Senin, 09 April 2012

KEINDAHAN PANTAI LASIANA



Pariwisata adalah suatu fenomena yang sangat kompleks untuk dijabarkan menjadi suatu definisi yang dapat diterima secara universal karena memiliki keunggulan yang berkualitas. Berbagai persepsi pemahaman pariwisata sebagai industri, sebagai aktivitas, atau sebagai suatu sistem.  Adapun aspek yang mendasari pariwisata sebagai sistem adalah lokasi keberadaan wisatawan, rute antara, dan daya tarik wisata. Termasuk di dalamnya adalah ketersediaan pengatur perjalanan, moda transportasi serta fasilitas perlintasan antara negara, daya tarik, aktivitas serta fasilitas wisata. Hubungan ketiga aspek tersebut, tidak terlepas dari adanya keterkaitan dengan pelaku (pemerintah, swasta/ industri, masyarakat), komponen yaitu pasar, perjalanan, tujuan, dan pemasaran, penyelenggaraan (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan) serta dari kelembagaan (organisasi dan kebijakan).  
Pariwisata tak bisa dilepaskan sebagai salah satu sektor pembangunan yang menyeluruh. Itu sebabnya, penyelenggaraan pariwisata harus memperhatikan prinsip partisipasi masyarakat, hak budaya lokal, aspek konservasi sumber daya, pendidikan dan pelatihan, promosi, akuntabilitas, serta pemantauan dan evaluasi. Kesiapan penyelenggaraan pariwisata berkelanjutan akan diketahui apabila berbagai pertanyaan yang timbul terjawab dengan baik. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, pariwisata harus dipandang sebagai suatu sistem. Dalam sistem tersebut tercakup berbagai komponen yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi meliputi: pasar, destinasi, perjalanan dan pemasaran. Oleh karena itu perlu adanya sinergi kebijakan yang mengatur penyelenggaraan pariwisata.    
 Berkaitan dengan pembangunan yang berkelanjutan pariwisata memiliki keterikatan yang sangat unik karena mampu melibatkan berbagai sektor untuk mewujudkannya. Salah satunya adalah pengembangan destinasi pariwisata, yang didalamnya terdapat atraksi wisata. Dan pantai Lasiana adalah salah satu contoh nyata dari atraksi wisata yang mempengaruhi proses pembangunan pariwisata berkelanjutan di Kota Kupang sesuai dengan sistem pariwisata. Banyak hal yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Kupang untuk mengembangkan kawasan wisata ini sehingga layak disebut sebagai atraksi wisata. 

Latar Belakang Pantai Lasiana 
Sebagai Provinsi kepulauan, Nusa Tenggara Timur menggantungkan potensi wisatanya kepada pantai-pantai indah yang menghiasi hampir semua batas daerahnya. Salah satu pantai indah yang menjadi andalan pariwisata provinsi ini adalah pantai Lasiana. Pantai Lasiana secara fisik merupakan pantai berpasir putih sepanjang 2 kilometer, memanjang dari timur ke barat sepanjang sisi utara pulau Flores, pulau utama provinsi ini. Pantai yang cantik ini terletak di kecamatan Kupang Tengah sekitar 12 kilometer dari ibukota provinsi NTT, Kota Kupang. Karena berada diantara kepulauan Nusa Tenggara Timur di sepanjang laut flores dan Pulau Flores, Pantai Lasiana yang berhadapan langsung dengan Laut Sawu memiliki ombak yang tenang, air yang bening serta dasar pantai yang sepenuhnya pasir putih tanpa karang. Hal ini membuat pantai Lasiana sangat cocok untuk berenang, berjemur, atau sekedar dinikmati keindahannya. Di sepanjang pinggir pantai banyak terdapat pohon tinggi dan berfungsi untuk menaungi bibir pantai. Ada sekitar 65 pohon kelapa dan 230 pohon lontar tua yang hingga kini masih produktif yang berada di bibir pantai. Pada hari biasa, kawasan pantai ini sepi dari pengunjung. 


Pantai Lasiana mulai dibuka untuk umum sekitar tahun 1970-an. Sejak Dinas Pariwisata NTT memoles dengan membangun berbagai fasilitas pada tahun 1986, Pantai Lasiana ramai dikunjungi turis asing. Pantai nan landai sekitar 3,5 hektar atau tepatnya 35.065 persegi ini, berudara sejuk karena dinaungi 65 pohon kelapa dan 230 pohon lontar tua yang hingga kini masih produktif. Pantainya berpasir putih halus, lautnya biru, airnya jernih dengan debur ombak yang bergulung-gulung kecil, tenang. Keindahan pantai ini bukan karena fasilitas buatan, tetapi lebih karena karakter alamnya. Pantai Lasiana mempunyai topografi menarik, pada bagian barat terdapat perbukitan, sehingga keseluruhan kawasan ini mempunyai variasi unik, yaitu perpaduan antara perbukitan dan pantai. Di sisi timur terdapat hutan mangrove (bakau) yang tumbuh rapat. Di dalamnya terdapat aneka satwa, mulai dari burung bangau di atas pepohonan maupun kepiting, ikan, udang, ular, dan sebagainya di dasar hutan. Demikian pula di ujung barat.
  • Awal hingga pertengahan tahun 1980-an, Pantai Lasiana banyak dikunjungi turis asing dari Jerman, Australia, Inggris, dan Amerika Serikat.
  •  Mulai awal tahun 1990-an, perlahan-lahan hutan bakau semakin tipis dan akhirnya nyaris habis sama sekali di awal tahun 2000. Di sebelah timur dibabat oleh investor yang katanya ingin membangun hotel dan resort di situ. 
  • Sedangkan di sebelah barat digunduli ketika ada even duel meet moto-cross Indonesia-Australia pada tahun 1995. 
  • Seiring menipisnya mangrove, karang laut di ujung timur dan barat Pantai Lasiana pun perlahan ikut mati hingga akhirnya nyaris musnah. Karang laut mati akibat tertimbun lumpur yang langsung masuk laut karena vegetasi yang tadinya berfungsi sebagai saringan sudah tiada. Belum lagi penggalian karang laut untuk dijadikan kapur dan penambangan pasir di tepi pantai sekitar tahun 1980-an. 
  • Abrasi tak terhindarkan. Ratusan atau bahkan ribuan pohon kelapa yang sebelumnya memadati pinggiran pantai, perlahan habis karena tumbang dihantam ombak besar ketika badai. 
  • Terparah pada Desember 1990 hingga Januari 1991, dimana terjadi badai besar yang belum pernah kulihat sebelumnya. Ombak setinggi lebih dari 5 atau 6 meter bahkan mampu merobohkan “Batu Nona”. Ini adalah batu karang setinggi kira-kira 15 meter yang bentuknya menyerupai perempuan sedang berdiri sambil melambaikan tangan. Kini si “Nona” telah “tertidur” dan semakin terbenam, tertimbun pasir. 
  • Dalam masa sekitar 20 tahun, bibir pantai telah ‘merangsek’ hampir 500 meter ke daratan. Maka pantai yang indah dan sangat alami di era 70-80-an itu, kini menjadi pantai yang gersang seperti tak terawat.
  • Rusaknya vegetasi dan karang laut itu berbanding lurus dengan semakin sedikitnya hasil tangkapan nelayan setempat. Nelayan tradisional dengan peralatan tangkap “bagan”, yang dulunya mampu menghasilkan berton-ton ikan hanya dalam semalam, kini kehilangan penghasilan. Mendapat satu ember ikan teri (kira-kira 30 kg) saja sudah terhitung banyak.

Namun karena itu pula, Pemerintah Kota Kupang berusaha menyelamatkan pantai itu dengan membangun tanggul-tanggul pemecah ombak. Sepanjang bibir pantai dibangun tanggul beton setinggi kira-kira setengah meter. Sementara di ujung barat dibangun tanggul pemecah ombak setinggi dua meter yang menjorok masuk ke laut, kira-kira sepanjang 800 meter. Toh semua itu tak mengembalikan ‘wajah’ Pantai Lasiana seperti sediakala. Karena keunggulan pantai itu di era 1970-an hingga 1980-an terletak pada vegetasi dan indahnya karang di dasar laut. 
Banyak fasilitas yang pernah dibangun pemerintah Provinsi NTT di sana. Seperti kolam renang, home stay (semacam cottage), dan sebagainya. Namun semuanya tak terurus dan dibiarkan terbengkalai hingga akhirnya rusak dengan sendirinya. Pembangunan fasilitas itu seperti hanya untuk menghabiskan anggaran saja. Tidak ada yang bisa dinikmati oleh wisatawan. Pantai yang dahulunya sangat indah itu terus mengalami kemunduran. Seandainya masyarakat bisa digerakkan untuk menumbuhkan kembali vegetasinya, keindahan pantai itu pasti bisa kembali seperti sediakala. 


Akan tetapi, dalam kondisi yang sudah rusakpun, Pantai Lasiana masih menyimpan pesona. Permukaan pasirnya datar dengan kemiringan hanya sekitar 5-10 persen, sangat cocok untuk bermain sepakbola pantai. Pasirnya putih bersih dan bercahaya ketika tertimpa cahaya. Dasar lautnya berpasir, bukan lumpur, sebagaimana kebanyakan pantai di Pulau Timor. Sehingga airnya selalu jernih. Inilah yang membuat wisatawan paling suka mandi dan berenang di pantai ini. Menariknya, dari pantai ini, orang bisa menyaksikan sunrise sekaligus sunset. Jadi, indahnya matahari terbit dan terbenam bisa dinikmati sekaligus. Di tepi pantai masih terdapat ratusan pohon “tuak” alias pohon lontar berbaris tegak. Pohon-pohon ini secara rutin disadap untuk diambil niranya atau disebut “iris tuak” oleh orang Kupang. Aktivitas iris tuak oleh warga suku Rote, ini menjadi suguhan menarik, karena sekaligus sebagai “atraksi” pariwisata tanpa perlu agenda khusus yang menelan biaya. Turis bisa menikmati sedapnya nira lontar atau “tuak” dalam istilah orang Rote, yang baru disadap. Rasanya manis, asam, dan agak sepat. Apalagi nira yang baru disadap, warnanya agak merah dan rasanya sangat manis, seperti air gula. Hasil sadapan nira atau tuak itu dimasak di tungku tanah menggunakan periuk tanah. Hasilnya adalah gula lontar yang manis rasanya. Aktivitas ini bisa menjadi “jualan” menarik bagi turis asing sehingga kegiatan ini mampu dijadikan sebagai atraksi wisata yang hanya anda dapatkan dipantai Lasiana ini. 
Oleh karena itu, Sesuai rencana pengembangan Pemkot Kupang, Pantai Lasiana akan dijadikan Taman Budaya Flobamora, yakni sebutan yang mengacu pada keseluruhan suku bangsa di dekat Pantai Lasiana, antara lain, Flores, Sumba, Timor dan Alor. Banyak fasilitas yang pernah dibangun pemerintah Provinsi NTT di sana. Seperti kolam renang, home stay (semacam cottage), dan sebagainya. Namun semuanya tak terurus dan dibiarkan terbengkalai hingga akhirnya rusak dengan sendirinya. Pembangunan fasilitas itu seperti hanya untuk menghabiskan anggaran saja. Tidak ada yang bisa dinikmati oleh wisatawan. Padahal anggaran yang dikucurkan mencapai ratusan juta atau mungkin miliaran rupiah.Sebagian besar pengelola atau yang mengisi aktivitas di sekitar pantai ini adalah masyarakat sekitar yang menjual berbagai macam hasil bumi dengan menggunakan peralatan sederhana. Salah satu yang khas adalah jagung bakar, dimana jagung yang dijual ini ditanam sendiri dikebun sekitar rumah dan setelah itu dijual di area pantai Lasiana.  
Peran pemerintah kota setempat juga sangat dibutuhkan untuk melibatkan investor untuk mengembangkan kawasan wisata yang potensial itu dengan berbagai tawaran insentif. Misalnya tidak ditarik pajak dalam tempo 25 tahun dan memberikan kemudahan dalam perizinan investasi. Potensi wisata itu tak pernah secara khusus dan serius “dijual” kepada investor. Memang ada ‘sedikit’ persoalan pemilikan lahan dengan warga setempat. Namun sesungguhnya itu bukan masalah utamanya. Kegagalan mengembangkan potensi wisata itu lebih karena ketidak mampuan pengelolaan serta lemahnya mental kewirausahaan yang dimiliki pemerintah daerah, sejak masih menjadi wilayah Pemerintah Kabupaten Kupang, hingga masuk wilayah Pemerintah Kota Kupang. Oleh karena itu, diperlukan suatu keberanian dari pemerintah untuk mulai bergerak untuk mempertahankan keberlanjutan suatu kawasan wisata karena dampaknya sangat besar terhadap kota Kupang.

Tinjauan Pustaka
Istilah Pariwisata berasal dari bahasa Sanskerta, yang terdiri dari dua suku kata yaitu “pari” dan “wisata”, yang berarti berulang-ulang atau berkali-kali. Dorongan kepergian adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, budaya, politik, kebudayaan, agama, kesejahteraan maupun kepentingan lain seperti karena sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk tujuan pembelajaran. Menurut Oka A. Yoeti dalam bukunya Pengantar Ilmu Pariwisata (1983:109) memberikan pengertian pariwisata sebagai berikut : 
 "Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat yang lain, dan business atau yang dimaksud bukan untuk berusaha mencari nafkah di tempat yang dikunjungi tetapi samata – mata untuk (menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam)". 
Menurut Suwantoro (2001:3) merumuskan hakikat pariwisata adalah : “Suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain diluar tempat tinggalnya". Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan faktor – faktor yang harus ada dalam batasan pariwisata adalah sebagai berikut :
·         Perjalanan untuk sementara waktu
·         Perjalanan itu dilakukan dari satu tempat ke tempat yang lain.
·         Perjalanan itu, walaupun apapun bentuknya, harus selalu dikaitkan dengan rekreasi.
·         Orang yang selalu mengadakan perjalanan wisata tersebut tidak mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya tetapi semata – mata sebagi konsumen
Sebenarnya sulit untuk membuat perbedaan antara destinasi dan atraksi wisata, karena seperti telah di kemukakan sebelumnya baik istilah destinasi maupun atraksi sering dipahami sebagai satu hal yang sama. Bahkan dalam istilah kepariwisataan di Indonesia dikenal istilah Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW). Hal tersebut dimungkinkan melalui pemahaman bahwa di suatu obyek (destinasi) wisata pasti terdapat atraksi wisata, seperti halnya jika seorang wisatawan mengunjungi pantai. Pantai adalah obyek dan di sana ia menikmati atraksi berupa sunset atau deburan ombak dan lain sebagainya. 
Sebagaimana Pendit (2002 :19) menjelaskan bahwa dalam dunia kepariwisataan segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat disebut “atraksi”, atau lazim pula dinamakan “objek wisata”. Atraksi atau obyek wisata, baik yang hadir secara natural, maupun yang biasa berlangsung tiap harinya serta yang khusus diadakan pada waktu tertentu, di Indonesia sangat banyak. Suatu daerah wisata, di samping akomodasi akan disebut “Daerah Tujuan Wisata” apabila daerah tersebut memiliki atraksi-atraksi yang memikat sebagai tujuan kunjungan wisata. Atraksi-atraksi dimaksud antara lain : panorama keindahan alam, seperti gunung, pantai, lembah, air terjun, danau, dan yang merupakan hasil budaya manusia seperti monument, candi, bangunan klasik, peninggalan purbakala, museum, mandala budaya, seni tari/music/kriya, upacara adat, pertandingan. 
Tetapi Sihite (2000 : 166) menyatakan bahwa atraksi wisata adalah sesuatu yang dapat dilihat atau disaksikan melalui suatu pertunjukan (shows) yang khusus diselenggarakan untuk para wisatawan. Jadi lanjutnya atraksi dibedakan dari obyek wisata, karena obyek wisata dapat dilihat atau disaksikan tanpa membayar. Selain itu dalam atraksi wisata untuk menyaksikannya harus dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan obyek wisata dapat dilihat tanpa dipersiapkan terlebih dahulu, seperti danau, pemandangan, pantai, gunung, candi, monumen, dll. Namun jika wisatawan berkunjung ke Bali misalnya untuk menyaksikan kesenian Barong, maka ia harus terlebih dahulu mencari informasi di mana ia dapat menikmati pertunjukan tersebut, karena tidak selalu ada.
 
Analisis Situasional  
Masalah yang muncul harus dibuktikan dengan cara menanalisis situasional secara terperinci. Hal ini perlu dilakukan untuk menganalisis profil dan data yang menjadi  faktor – faktor penting yang menjadi keuntungan dan yang menjadi kerugian. Ada dua faktor penting dalam menganalisa suatu kondisi di kawasan wisata yang menjadi atraksi wisata ini, diantaranya :
1. Faktor Internal
Faktor ini berasal dari dalam kawasan pantai ini sendiri, dimana hal tersebut dapat menjadi kekuatan namun sebaliknya dapat menjadi kelemahan. Yang perlu diperhatikan adalah potensi alam yang dimiliki berupa keindahan yang alami mulai dari pesisir pantai hingga dasar laut sangatlah mendukung untuk menjadikan pantai ini sebagai atraksi wisata bahkan mampu mendatangkan keuntungan bagi perintah daerah.  
2.   Faktor Eksternal 
Faktor ini dapat dikategorikan sebagai faktor luar yang mempengaruhi faktor internal. Yang dimaksudkan adalah lingkungan sekitar, yaitu: Pemerintah daerah, masyarakat sekitar dan lainnya. Kondisi pantai ini tergantung dari faktor eksternal, salah satu contohnya adalah peran pemerintah dalam mengembangkan pantai Lasiana ini menjadi pantai yang potensial, akan menjadi lebih baik ataukah menjadi lebih buruk. Jika dapat melakukan pengelolaan dengan baik maka akan menjadi peluang atau kesempatan yang menguntungkan bahkan akan sangat membantu devisa daerah, namun jika pengelolaannya buruk maka akan menjadi ancaman bagi pihak luar (swasta) untuk mengambil alih pantai tersebut.
Hasil analisis SWOT yang telah diidentifikasi berdasarkan masing – masing faktor dapat memberikan gambaran nyata tentang kondisi lingkungan dan menentukan isu strategis yang akan dijadikan bahan pertimbangan untuk pengembangan kawasan pantai tersebut. Untuk mengetahuinya dapat menggunakan matriks analisis SWOT sebagai berikut :


Matriks Analisis SWOT
Kondisi Lingkungan Strategis
Kekuatan (S)
Pantai Lasiana memiliki nilai dari segi keindahan alam, letak  geografis, ekologi dan aktivitas yang dapat dilakukan, sangat potensial untuk dijadikan atraksi wisata alam sekalipun kondisi dan fasilitas mengalami penurunan dan kerusakan.
Perlindungan hukum pemerintahan menjadi kekuatan untuk bertahan.
Kelemahan (W)
Peranan pemerintah dalam mengembangkan Pantai Lasiana menjadi atraksi wisata tidak sangat lemah dan tidak ada ketegasan. Sehingga berdampak kepada kesadaran dan perilaku masyarakat Fasilitas dan tatanan kawasan yang terbengkalai menyebabkan nilai kualitas dan kuantitas menurun.
Peluang (O)
Mengembangkan atraksi wisata dengan bantuan investor dan tetap terkontrol, setiap fasilitas yang ada diperbaiki dan difungsikan kembali, memperbaiki hutan mangrove yang rusak, serta melibatkan masyarakat untuk mempromosikan pantai sebagai atraksi wisata andalan dan berpotensi.
Strategi  S – O
§  Pemeliharaan dan pengawasan ekosistem pantai dengan konsisten.
§  Pengembangan sumber daya alam menjadi atraksi wisata berkelanjutan dengan bantuan modal dari investor.
§  Pengembangan sarana transportasi, infrastruktur dan fasilitas penunjang.
Strategi W – O
§  Pembangunan sarana dan prasarana pendukung  di kawasan pantai.
§  Peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
§  Pengembangan dan penyadaran lingkungan kepada masyarakat.
§  Mempromosikan kawasan wisata pantai secara langsung (teknologi) dan tidak langsung (masyarakat)
Ancaman (T)
Terjadi ancaman kerusakan lingkungan dari luar. Pengendalian oleh  investor tidak bertanggungjawab dapat menimbulkan persaingan, memicu tindak kriminal dan sabotase dalam pemerintah.
Strategi S –T
§  Memanfaatkan potensi sumberdaya alam secara konsisten.
§  Penataan kawasan pantai sesuai dengan tata ruang wilayah dan hukum yang berlaku.
§  Menetapkan investor yang tepat dalam pengembangan atraksi wisata yang ramah lingkungan.
Strategi W – T
§  Peningkatan kualitas dan peranan pemerintah dalam mengembangkan pariwisata.
§  Menyadarkan masyarakat tentang pentingnya nilai etika dan estetika dalam suatu kawasan wisata.

 
Risiko
1. Risiko Operasional (SDM dan sistem)
  • Perubahan sumberdaya manusia yang ramah lingkungan, baik pemerintah maupun masyarakat sekitarnya.
  • Pengendalian pariwisata yang efektif oleh pemerintah.
2. Risiko Reputasi


  • Pemerintah mempertahankan dan mempertaruhkan citra kota Kupang sebagai jaminan atas pengembangan pariwisata yang telah dilakukan.  
  • Pantai Lasiana dapat dikenal sebagai kawasan wisata yang memiliki keunggulan kompetitif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar