AIR TERJUN SRI GETHUK
Gemuruh Suara Air Pemecah Hening di Tanah Kering
Eksotisme Grand Canyon di daerah utara Arizona, Amerika Serikat tentunya tak bisa disangkal lagi. Grand Canyon merupakan bentukan alam berupa jurang dan tebing terjal yang dihiasi oleh aliran Sungai Colorado. Nama Grand Canyon kemudian diplesetkan menjadi Green Canyon untuk menyebut obyek wisata di Jawa Barat yang hampir serupa, yakni aliran sungai yang membelah tebing-tebing tinggi. Gunungkidul sebagai daerah yang sering diasumsikan sebagai wilayah kering dan tandus ternyata juga menyimpan keindahan serupa, yakni hijaunya aliran sungai yang membelah ngarai dengan air terjun indah yang tak pernah berhenti mengalir di setiap musim. Air terjun tersebut dikenal dengan nama Air Terjun Sri Gethuk.
Terletak di Desa Wisata Bleberan, Air Terjun Sri Gethuk menjadi salah satu spot wisata yang sayang untuk dilewatkan. Untuk mencapai tempat ini Anda harus naik kendaraan melewati areal hutan kayu putih milik PERHUTANI dengan kondisi jalan yang bervariasi mulai dari aspal bagus hingga jalan makadam. Memasuki Dusun Menggoran, tanaman kayu putih berganti dengan ladang jati yang rapat. Sesampainya di areal pemancingan yang juga berfungsi sebagai tempat parkir, terdapat dua pilihan jalan untuk mencapai air terjun. Pilihan pertama yakni menyusuri jalan setapak dengan pemandangan sawah nan hijau berhiaskan nyiur kelapa, sedangkan pilihan kedua adalah naik melawan arus Sungai Oya. Tentu saja YogYES memilih untuk naik rakit sederhana yang terbuat dari drum bekas dan papan.
Pengalaman yang tak mungkin aku lupakan sepanjang hidupku, yakni bisa mengelilingi pantai Yogyakarta, mulai dari pantai ujung timur Yogyakarta (Pantai Sadeng) sampai Pantai Parangtritis. Namun sebelum aku cerita tentang pantai-pantai yang telah aku susuri tak ada salahnya kalau aku cerita tentang lokasi sebelum sampai pantai paling timur DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) itu. Ya, perjalanan aku mulai dari bangun tidur dari tempat kawanku yang bernama Kiki Pea. Dia seorang temanku yang ‘rock n roll’ abis, deh. Dia juga seorang jurnalis salah satu media lokal di Yogyakarta. Aku bangun pagi dan bersiap untuk cabut dari kos dia. Aku meboncengi dia, karna dia mau langsung ketempat kerja, dan motornya Kiki ada di tempat kerjanya. Setelah kita siap-siap untuk cabut, aku dan temanku mengisi perut yang sudah lapar. Nah, kami mampir di sebuah warung pingir jalan yang menyediakan menu utama lotek. Warung makan ini berada di jalan Tukangan, Yogyakarta, dan tak jauh dari penginapan-penginapan murah di Yogyakarta yang berada di Jalan Gayam. Tak jauh dari Malioboro dan Stasiun Lempuyangan. Dengan harga Rp 6.000 plus es teh segelas, sudah bisa mengenyangkan perut kami.
Seusai sarapan, aku mengantar temanku ketempat kerjanya yang jaraknya tak begitu jauh. Akupun tancap gas. Sampailah kami di depan kantor redaksi tempat Kiki bekerja. Setelah itu aku langsung saja menuju tempat yang ingin aku kunjungi pertama kali, yakni ke Air Terjun Sri Gethuk yang berada di Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Perjalanan ini diawali dengan menyusuri jalan-jalan Kota Yogyakarta yang waktu itu cuacanya sangat mendukung dan cerah, membuat perjalanan menjadi menyenangkan, meskipun tidak ada teman yang bareng sama aku waktu itu. Sampailah di JalanWonosari, di mana jalan ini yang akan membawaku ketempat air terjun Sri Gethuk yang saat ini sangat terkenal di kalangan para pecintatraveling atau para backpacker. Namun ketika sampai di pertigaan Gading, akupun melihat plang(tulisan penunjuk arah) bergambar tanda panah yang menunjukkan arah lurus untuk menuju Wonosari, tanda panah kekanan untuk menuju Wisata Alam Air Terjun Sri Gethuk dan Goa Rancang Kencono. Aku langsung menuju kearah kanan yang menjadi tempat tujuan pertamaku.
Setelah berjalan kurang lebih 10 km dari pertigaan Gading, sampailah di pintu masuk menuju air terjun yang dikelola oleh masyarakat sekitar. Namun jalan untuk menuju tempat wisata air terjun itu tak semulus yang ada di pikiranku. Jalan menuju tempat air terjun itu bervariasi. Mulai dari jalan raya yang halus sampai bebatuan yang tak teratur. Selain itu akses untuk menuju tempat wisata Air Terjun Sri Gethuk sangat kurang memadai, jalan juga tak begitu bagus menurut penjaga parkir di sana, alat transportasi umum untuk menuju tempat wisata air terjun tak ada. Andai saja pemerintah mengerti dan menyadari bahwa pendapatan terbanyak sebuah kota itu salah satunya adalah dari sektor pariwisata selain dari pajak daerah.
Sudahlah, akhirnya sampai juga di tempat yang aku ingin kunjungi sejak lama itu. Motorpun berhenti sejenak di tempat loket pintu masuk untuk membeli tiket. Dengan harga tiket yang cuma Rp 2.000/orang dan biaya parkir motor sebesar Rp.1.000, sampailah aku di salah satu obyek wisata air terjun yang ada di Yogyakarta ini. Eits… tapi setelah aku turun dari tempat parkir ternyata air terjunnya belum kelihatan dan akupun harus turun kebawah untuk menaiki perahu yang bisa membawa aku menuju air terjun itu. Saat menaiki perahu itu kita akan dikenakan biaya sebesar Rp 5.000 per orang. Dari atas perahu kita disuguhi tebing-tebing yang tinggi tepat di sebelah kiri dan kanan kita. Sungguh memukau, dalam bayangan serasa lagi di luar negeri ketika menaiki perahu yang bertenaga diesel tersebut. Aku jadi teringat foto-foto seorang temanku yang pernah berkunjung ke Green Canyon, Amerika. Perjalanan dengan mengunakan perahu tersebut kurang dari 10 menit. Sampailah aku di air terjun yang sejak tadi kuceritakan. Air terjun ini memiliki lima cabang, tiap-tiap cabang air yang turun kebawah mempunyai debit air berbeda-beda.
Ketika sampai di tempat air terjun itu hari sudah sore, namun pengunjungnya lumayan banyak juga. Sekitar jam tiga sore aku sampai di air terjun Sri Gethuk. Kenapa disebut air terjun Sri Gethuk?
Dinamai Air Terjun Sri Getuk atau Sri Ketuk karena menurut kepercayaan masyarakat setempat pada masa lalu, sering terdengar suara gamelan yang diyakini milik Raja Jin Slempret bernama Angga Mendura. Konon, keberadaan air terjun ini merupakan lokasi pasar jin. Di malam-malam tertentu, masyarakat sering mendengar bunyi-bunyian seperti slempret (terompet) dari arah air terjun itu. Tapi jika asal suara itu didekati, suara tersebut akan menghilang. Makanya masyarakat menyebutnya Air Terjun Slempret.
Waktunya menikmati air seusai foto-foto di tempat yang baru pertama kalinya aku kunjungi itu. Berenang di sungai dan menikmati air yang jatuh dari ketinggian sangat mengasikkan dan bikin puas. Setelah jauh-jauh menempuh perjalanan yang lumayan melelahkan, senang rasanya ketika aku menikmati sejuknya air terjun dan indahnya tebing-tebing yang menghimpit kali Oyo. Membuat waktu tidak terasa, sudah menunjukan pukul 17.25. Akupun bersiap-siap untuk naik keperahu menuju tempat parkir sepeda motor, dan melanjutkan perjalanan yang masih panjang. Masih banyak cerita di setiap tempat yang aku kunjungi tersebut. Jadi tunggu saja cerita selanjutnya, cerita tentang menyusuri pantai paling timur Yogyakarta, yakni Pantai Sadeng, Desa Songbanyu, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunung Kidul. Di sana ada kisah-kisah para nelayan, bapak-bapak yang membenahi perahunya, pemancing, sampai kisah tentang tebing-tebingnya yang sangat indah serta Samudera yang Luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar